Jumat, 23 Juni 2017

Makalah Anti Biotik Sefalosporin


MAKALAH
FARMAKOLOGI DASAR
TENTANG
SEFALOSPORIN



Di Susun Oleh Kelompok II :
1.      Insanul Akmal
2.      Silvia Febria
3.      Windaning Rahayu
4.      Uswatun Hasanah

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
QAMARUL HUDA
BAGU~PRINGGARATA~LOTENG

2016



KATA PENGANTAR


السلا م علئكم ورحمة اللة وبر كا تة
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Farmakologi Dasar tentang “Sefalosporin” terselesaikan dengan lancar.
Tugas ini disusun sebagai tugas pembelajaran dengan tujuan yang lebih khusus untuk menambah pengetahuan tentang “Sefalosporin” dan lebih mengenal pentingnya bagi tubuh kita.
Harapan saya semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi saya sendiri dan  pembaca. Saya telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan tugas ini namun masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan tugas ini dan tugas berikutnya.

والسلام عليكم ورحمةاللة وبركا تة

                                                                                                        Lombok Tengah, 15 April 2016


                                                                                                                        Penyusun




DAFTAR ISI

Kata Pengantar   ……………………………………………………………………………      i  
Dafrtar Isi   …………………………………………………………………………………      ii  
BAB I             : Pendahuluan    ……………………………………………………………. .     1  
A.    Latar Belakang  ……………………………………...………………….     1  
B.     Sejarah Perkembangan Sefalosporin  ………………...………………….     2  
C.     Struktur Kimia dan Sifat Sefalosporin …………………………………....    2
BAB II            : Pembahasan     ……………………………………………………………..        
A.    Aktivitas Antimikroba dan Penggolongan Sefalosporin   ..…………….......    3
B.     Farmakokinetika   ……….…………………………….………………..    2
C.     Indikasi Klinik    ……………………………….………………….…….   7
D.    Pengaturan Dosis    ……………………………………………………..        
E.     Efek Samping     ………………………………………………………..
BAB III          : Penutup
A.    Kesimpulan   ……………………………………………………………     10
Daftar Pustaka        …………………………………………………………………………      iv


BAB I
PENDAHULUAN
A.                 Latar Belakang
Sefalosporin merupakan salah satu antibiotik yang memiliki cincin β-laktam dalam strukturnya sehingga tergolong antibiotik β-laktam bersama-sama dengan penisilin,monobaktam, dan karbapenem. Sefalosporin tergabung dalam cephem, subgroup antibiotik β-laktam bersama dengan sefasimin. Seperti halnya semua senyawa metabolitsekunder, antibiotik sefalosporin dihasilkan dalam industri bioproses yang melibatkanmikroorganisme.
Sefalosporin C merupakan contoh sefalosporin yang paling awal ditemukan.Fungsinya sebagai antibiotik yang cukup potensial menjadikannya produk antibiotik yangbanyak dihasilkan setelah penisilin. Dengan mengubah-ubah gugus sampingnya,diperoleh berbagai senyawa turunan sefalosporin atau disebut sefalosporin semisintetikdengan sifat-sifat yang berbeda.
B.                 Sejarah Perkembangan Sefalosporin
Penemuan antibiotik β-laktam merupakan terobosan yang luar biasa dalampembuatan obat. Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 terbukti efektif dalam melawan bakteri gram positif. Berbagai penelitian lebih lanjut terhadap penisilin menjadi populer pada masa itu. Meksipun demikian, penisilin umumnya memiliki keterbatasan dalam melawan bakteri gram negatif. Dan seiringdengan penggunaannya, beberapa bakteri gram positif menjadi resistan terhadap penisilin dengan menghasilkan enzim penisilinase yang menghidrolisis cincin β-laktam pada penisilin.
Pada tahun 1945, Giuseppe Brotzu, seorangprofesor Hygiene dari University of Cagliari, Italia,berhasil mengisolasi strain Cephalosporium acremonium, sejenis mold, dari air laut dekat saluran pembuangan limbah di Cagliari, Sardinia. Percobaan yang dilakukannya membuktikan bahwa fungi ini menghasilkan senyawa yang efektif dalam melawan Salmonella tylhi (sejenis bakteri gram negatif). Padatahun 1948,  Brotzu mempublikasikan penemuannya, akan tetapi kurang menarik perhatian. Atas usul BritishMedical Research Council, Brotzu kemudian mengirimkan kultur C. acremonium, yang kemudian diklasifikasi ulang sebagai Acremonium chrysogenium pada tahun 1971 oleh Gams, kepada Howard Florey diOxford.
Guy Newton dan Edward Abraham di Sir William Dunn School of Pathology, University of Oxford pada tahun 1951 berhasil menemukan senyawaantibiotik yang dihasilkan oleh kultur Acremonium yang kemudian diberi nama sefalosporin C. Pada tahun 1955, antibiotik sefalosporin C menunjukkan spectrum aktivitasnya yang lebar, termasuk banyak strain Staphylococcus aureus yang sensitif dan resistan terhadap penisilin.
Riset dan pengembangan industri produksi sefalosporin semakin marak mengingat potensi yang besar dari sefalosporin. Proses produksi yang pertama melibatkan Glaxo, dari Inggris, dan Ely Lilly, dari Amerika Serikat, sebagai yang pertama bernegosiasi dengan NRDC (National Research Development Corporation).
Pada tahun 1985, gen biosintetik β-laktam pertama, pcb C (encoding cyclase) berhasil dikloning dari A. chrysogenum. Perkembangan ini cukup berarti bagi industri sefalosporin mengingat pembuatan enzim yang diperlukan bagi industri ini menjadi lebih mudah.
C.                 Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sefalosporin
Senyawa sefalosporin memiliki gugus inti 7-aminocephalosporanic acid (7- ACA), yang mengandung gugus β-laktam (sebuah cincin dengan 2 atom C, 1 guguskarbonil, dan 1 atom N) dan cincin dihidrothiazin. Secara keseluruhan nama ilmiahsefalosporin adalah asam 3-asetoksimetil-7-asilamino-3-cephem-4-karboksilat.
Berbagai senyawa lainnya dapat diperoleh dengan mengganti R1dan R2. Struktur umum sefalosporin yaitu:

pada struktur gugus inti sefalosporin tersebut, sehingga dapat menghasilkan sifat-sifat senyawa yang berbeda-beda. Beberapa contoh senyawa turunan sefalosporin yaitu :

Berikut beberapa struktur yang berkaitan dengan sefalosporin yang terjadisecara alami, bukan hasil sintesis :

Sifat-sifat senyawa turunan sefalosporin tergantung gugus yang terikatpada gugus inti. Gugus R1 akan mempengaruhi sifat farmakologinya (proses yangdilalui obat dalam tubuh), sedangkan gugus R2 mempengaruhi karakteristikantibakterialnya.





BAB II
PEMBAHASAN

Antibiotik turunan sefalosporin merupakan antibiotic yang paling banyak digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Anti biotic ini mempunyai spectrum anti bakteri yang luas dan  lebih resisten terhadap β-laktamase dari pada penisilin. Pasien yang alergi terhadap penisilin  biasanya tahan terhadap antibioticini.
Sefalosporin termasuk antibiotika beta laktam dengan struktur, khasiat, dan sifat yang banyak kemiripan dengan penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan sebagai berikut :
1.                  spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan kuman-kuman anaerob.
2.                  resisten terhadap penisilinase asal stafilokoki, tetapi tetap tidak efektif terhadapstafilokoki yang resisten terhadap metisilin.
Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotu. Inti dasar sefalosporin C ialaha sam 7-amino-sefalosporanat (7-ACA:7-amino cephalosporanic  acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalakta. Sefalosporin C resisten terhadap penilisilinase, tetapi dirusak oleh sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7-ACA yang kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai macam anti biotik sefalosporin. Modifikasi R1 pada berbagai pada posisi 7 cincin beta laktam dihubungkan dengan aktivitas anti mikroba, sedangkan substitusi R2 pada posisi 3 cincin hidrotiazin mempengaruhi metabolisme dan farmako kinetiknya.






A.                 Aktivitas Antimikroba dan Penggolongan Sefalosporin
Mekanisme kerja anti mikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba dimana yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin terhadap kuman gram-positif maupun gram-negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi.
Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas anti mikrobanya yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya.
1.                  Sefalosporin generasi pertama
Secara in vitro memperlihatkan spectrum anti mikroba yang terutama efektif terhadapkuman gram positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylacoccus aureus dan Streptococcus termasuk Str. pyrogenes, Str. viridans, dan Str. pneumonia. Bakteri grampositif yang juga sensitif ialah Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium diphteriae. Aktivitas antimikroba hanya sefalotin sedikit lebih aktif terhadap S. aureus. Mikroba yang resisten ialah strain S. aureus resisten metisilin, S. epidermidis dan Str. Faecalis.
2.                  Sefalosporin generasi kedua
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif. Misalnya: H. Influenzae, Pr. mirabilis, E. coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Ps. Aeruginosa dan enterokokus. Untukinfeksi saluran empedu golongan ini tidak dianjurkan karena dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi. Sefoksitin aktif terhadap kuman anaerob.
3.                  Sefalosporin generasi ketiga
Golongan ini umunya kurang efektif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktif terhadap P. aeruginosa

4.                  Sefalosporin generasi keempat  
Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim, sefpirom) mempunyai spektrum aktivitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh beta laktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi kuman yang resisten terhadap generasi ketiga.
B.                 Farmakokinetik
Dari sifat farmakokinetiknya, sefalosporin dibedakan dalam dua golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil yang dapat diberikan per oral karena diabsorpsi melaluisaluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan secara parenteral. Sefalotin dan sefa pirin umumnya diberikan secara i.v karena menyebabkan iritasi lokal dan nyeri padapemberian i.m.
Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya sefuroksim, moksalaktam, sefotaksimdan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal (CSS) sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain itu, sefalosporin juga melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon.
Kebanyakan sefalosporin di ekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses ekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar di ekskresi melalui empedu. Karena itu dosisnya harus dikurangi pada penderita insufisiensi ginjal. Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa lainnya. Sefalotin, sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas anti mikrobanya lebih rendah juga di ekskresi melalui ginjal.
Suatu langkah metabolisme yang penting adalah deasetilasi. Turunan deasetilnya mempunyai aktivitas setengah sampai sepersepuluh aktivitas senyawa asalnya. Sefalosporin yang tidak mempunyai gugus asetil, sebagian besar akan di ekskresi dalam bentuk tidak berubah. Ekskresi terjadi melalui ginjal dan sebagian melalui empedu. Pada insufisiensi ginjal.
ekskresi sefalosporin umumnya diperlambat, karena itu pengaturan dosis harus disesuaikandengan tingkat insufisiensi ginjalnya.
C.                 Indikasi Klinik
Sefadezon dan sefazolin digunakan pada pneumonia (primer) dan infeksi luka yang didapat di luar rumah sakit, pada infeksi yang disbabkan oleh mikroba yang peka terhadap penisilin G tetapi pasien alergi terhadap penisilin. Sefalosporin kelompok III-V dapat digunakan pada infeksi bakteri yang parah yang disebabkan oleh stafilokokus atau basil gram negatif yang resisten (misalnya pada septikopiemia, pada pneumonia sekunder, infeksi lukadan jaringan yang parah). Sefoksitin juga digunakan untuk terapi infeksi campuran dengan kuman anaerob (misalnya pada gangren).
Sefalosporin kelompok VI digunakan pada infeksi parah yang membahayakan jiwa terutama jika diduga disebabkan oleh kuman yang multi resisten dan daya tahan tubuh sudah melemah. Sefalosporin oral dipakai pada infeksi saluran nafas, saluran urine, dan infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman yang peka (misalnya stafilokokus, E. coli, Klebsiella ).
Sediaan sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri berat atau yang tidak dapat diobati dengan anti mikroba lain, sesuai dengan spectrum anti bakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi anti bakterinya tinggi.

D.                 Pengaturan Dosis
Pengaturan dosis disesuaikan dengan parah ringannya penyakit, pada sefalosporin oral berkisar rata-rata 1-4 g per hari, sedangkan pada sefalosporin yang digunakan secara parenteral 2-6 atau hingga 12 g per hari.

E.                  Efek Samping
1.      Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi sekitar 1-4% tetapi syok anafilaktik jarang terjadi.
2.      Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkusdan urtikaria dapat terjadi.
3.      Reaksi Coombs sering timbul pada penggunaan sefalosporin dosis tinggi.
4.      Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang. Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, meskipun jauh kurang toksik dibandingkan dengan amino glikosida dan polimiksin.
5.      Nekrosis ginjal dapat terjadi pada pemberian sefaloridin 4 g/hari. Sefalosporin lain pada dosis terapi jauh kurang toksik dibandingkan dengan sefaloridin.
6.      Diare dapat timbul terutama pada pemberian sefoperazon, Resistensi
7.      Resistensi dapat timbul dengan cepat, maka antibiotika ini sebaiknya jangandigunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat. Resistensi silang denganpenisilin pun dapat terjadi.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
sefalosporin merupakan antibiotik golongan B-laktam yang mampu melawankuman gram positif maupun gram negatif. Diklasifikasikan berdasarkan kemampuanantibakterialnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar