MAKALAH
FARMAKOLOGI DASAR
TENTANG
SEFALOSPORIN
Di Susun Oleh Kelompok II :
1.
Insanul Akmal
2.
Silvia Febria
3.
Windaning Rahayu
4.
Uswatun Hasanah
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN (STIKes)
QAMARUL HUDA
BAGU~PRINGGARATA~LOTENG
2016
KATA PENGANTAR
السلا م علئكم ورحمة اللة
وبر كا تة
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Farmakologi Dasar
tentang “Sefalosporin” terselesaikan dengan lancar.
Tugas ini disusun sebagai tugas pembelajaran dengan tujuan yang lebih
khusus untuk menambah pengetahuan tentang “Sefalosporin” dan
lebih mengenal pentingnya bagi tubuh kita.
Harapan saya semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi saya sendiri
dan pembaca. Saya telah berusaha sebisa
mungkin untuk menyelesaikan tugas ini namun masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan tugas ini dan tugas berikutnya.
والسلام عليكم ورحمةاللة
وبركا تة
Lombok
Tengah, 15 April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………………… i
Dafrtar Isi ………………………………………………………………………………… ii
BAB I : Pendahuluan ……………………………………………………………. . 1
A.
Latar
Belakang ……………………………………...…………………. 1
B.
Sejarah
Perkembangan Sefalosporin ………………...…………………. 2
C.
Struktur
Kimia dan Sifat Sefalosporin ………………………………….... 2
BAB II : Pembahasan ……………………………………………………………..
A.
Aktivitas
Antimikroba dan Penggolongan Sefalosporin ..……………....... 3
B.
Farmakokinetika ……….…………………………….……………….. 2
C.
Indikasi Klinik ……………………………….………………….……. 7
D.
Pengaturan
Dosis ……………………………………………………..
E.
Efek
Samping ………………………………………………………..
BAB III : Penutup
A.
Kesimpulan …………………………………………………………… 10
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………… iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sefalosporin
merupakan salah satu antibiotik yang memiliki cincin β-laktam dalam strukturnya
sehingga tergolong antibiotik β-laktam bersama-sama dengan
penisilin,monobaktam, dan karbapenem. Sefalosporin tergabung dalam cephem,
subgroup antibiotik β-laktam bersama dengan sefasimin. Seperti halnya semua
senyawa metabolitsekunder, antibiotik sefalosporin dihasilkan dalam industri
bioproses yang melibatkanmikroorganisme.
Sefalosporin C
merupakan contoh sefalosporin yang paling awal ditemukan.Fungsinya sebagai
antibiotik yang cukup potensial menjadikannya produk antibiotik yangbanyak
dihasilkan setelah penisilin. Dengan mengubah-ubah gugus sampingnya,diperoleh
berbagai senyawa turunan sefalosporin atau disebut sefalosporin semisintetikdengan
sifat-sifat yang berbeda.
B.
Sejarah Perkembangan Sefalosporin
Penemuan
antibiotik β-laktam merupakan terobosan yang luar biasa dalampembuatan obat.
Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 terbukti
efektif dalam melawan bakteri gram positif. Berbagai penelitian lebih lanjut
terhadap penisilin menjadi populer pada masa itu. Meksipun demikian, penisilin
umumnya memiliki keterbatasan dalam melawan bakteri gram negatif. Dan
seiringdengan penggunaannya, beberapa bakteri gram positif menjadi resistan
terhadap penisilin dengan menghasilkan enzim penisilinase yang menghidrolisis
cincin β-laktam pada penisilin.
Pada tahun
1945, Giuseppe Brotzu, seorangprofesor Hygiene dari University of Cagliari,
Italia,berhasil mengisolasi strain Cephalosporium acremonium, sejenis
mold, dari air laut dekat saluran pembuangan limbah di Cagliari, Sardinia.
Percobaan yang dilakukannya membuktikan bahwa fungi ini menghasilkan senyawa
yang efektif dalam melawan Salmonella tylhi (sejenis bakteri gram negatif).
Padatahun 1948, Brotzu mempublikasikan
penemuannya, akan tetapi kurang menarik perhatian. Atas usul BritishMedical
Research Council, Brotzu kemudian mengirimkan kultur C. acremonium, yang
kemudian diklasifikasi ulang sebagai Acremonium chrysogenium pada tahun
1971 oleh Gams, kepada Howard Florey diOxford.
Guy Newton dan
Edward Abraham di Sir William Dunn School of Pathology, University of
Oxford pada tahun 1951 berhasil menemukan senyawaantibiotik yang dihasilkan
oleh kultur Acremonium yang kemudian diberi nama sefalosporin C. Pada
tahun 1955, antibiotik sefalosporin C menunjukkan spectrum aktivitasnya yang
lebar, termasuk banyak strain Staphylococcus aureus yang sensitif dan
resistan terhadap penisilin.
Riset dan
pengembangan industri produksi sefalosporin semakin marak mengingat potensi
yang besar dari sefalosporin. Proses produksi yang pertama melibatkan Glaxo,
dari Inggris, dan Ely Lilly, dari Amerika Serikat, sebagai yang pertama
bernegosiasi dengan NRDC (National Research Development Corporation).
Pada tahun
1985, gen biosintetik β-laktam pertama, pcb C (encoding cyclase) berhasil
dikloning dari A. chrysogenum. Perkembangan ini cukup berarti bagi industri
sefalosporin mengingat pembuatan enzim yang diperlukan bagi industri ini
menjadi lebih mudah.
C.
Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sefalosporin
Senyawa sefalosporin memiliki gugus inti 7-aminocephalosporanic
acid (7- ACA), yang mengandung gugus β-laktam (sebuah cincin dengan 2 atom
C, 1 guguskarbonil, dan 1 atom N) dan cincin dihidrothiazin. Secara keseluruhan
nama ilmiahsefalosporin adalah asam
3-asetoksimetil-7-asilamino-3-cephem-4-karboksilat.
Berbagai senyawa lainnya dapat diperoleh dengan mengganti R1dan R2.
Struktur umum sefalosporin yaitu:
pada struktur gugus inti sefalosporin tersebut, sehingga dapat
menghasilkan sifat-sifat senyawa yang berbeda-beda. Beberapa contoh senyawa
turunan sefalosporin yaitu :
Berikut
beberapa struktur yang berkaitan dengan sefalosporin yang terjadisecara alami,
bukan hasil sintesis :
Sifat-sifat
senyawa turunan sefalosporin tergantung gugus yang terikatpada gugus inti.
Gugus R1 akan mempengaruhi sifat farmakologinya (proses yangdilalui obat dalam
tubuh), sedangkan gugus R2 mempengaruhi karakteristikantibakterialnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Antibiotik
turunan sefalosporin merupakan antibiotic yang paling banyak digunakan untuk
pengobatan penyakit infeksi. Anti biotic ini mempunyai spectrum anti bakteri
yang luas dan lebih resisten terhadap
β-laktamase dari pada penisilin. Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya tahan terhadap antibioticini.
Sefalosporin
termasuk antibiotika beta laktam dengan struktur, khasiat, dan sifat yang banyak
kemiripan dengan penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan sebagai berikut
:
1.
spektrum
antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan kuman-kuman
anaerob.
2.
resisten
terhadap penisilinase asal stafilokoki, tetapi tetap tidak efektif
terhadapstafilokoki yang resisten terhadap metisilin.
Sefalosporin
berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948
oleh Brotu. Inti dasar sefalosporin C ialaha sam 7-amino-sefalosporanat (7-ACA:7-amino
cephalosporanic acid) yang merupakan kompleks
cincin dihidrotiazin dan cincin betalakta. Sefalosporin C resisten terhadap penilisilinase,
tetapi dirusak oleh sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan
7-ACA yang kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai macam anti biotik sefalosporin.
Modifikasi R1 pada berbagai pada posisi 7 cincin beta laktam dihubungkan dengan
aktivitas anti mikroba, sedangkan substitusi R2 pada posisi 3 cincin
hidrotiazin mempengaruhi metabolisme dan farmako kinetiknya.
A.
Aktivitas
Antimikroba dan Penggolongan Sefalosporin
Mekanisme kerja anti mikroba sefalosporin ialah
dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba dimana yang dihambat adalah
reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding
sel. Sefalosporin terhadap kuman gram-positif maupun gram-negatif, tetapi
spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi.
Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi
berdasarkan aktivitas anti mikrobanya yang secara tidak langsung juga sesuai
dengan urutan masa pembuatannya.
1.
Sefalosporin
generasi pertama
Secara
in vitro memperlihatkan spectrum anti mikroba yang terutama efektif
terhadapkuman gram positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylacoccus
aureus dan Streptococcus termasuk Str. pyrogenes, Str. viridans, dan Str.
pneumonia. Bakteri grampositif yang juga sensitif ialah Clostridium
perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium diphteriae. Aktivitas
antimikroba hanya sefalotin sedikit lebih aktif terhadap S. aureus. Mikroba
yang resisten ialah strain S. aureus resisten metisilin, S. epidermidis dan
Str. Faecalis.
2.
Sefalosporin
generasi kedua
Golongan
ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi pertama,
tetapi lebih aktif terhadap gram negatif. Misalnya: H. Influenzae, Pr.
mirabilis, E. coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Ps.
Aeruginosa dan enterokokus. Untukinfeksi saluran empedu golongan ini tidak
dianjurkan karena dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab
infeksi. Sefoksitin aktif terhadap kuman anaerob.
3.
Sefalosporin
generasi ketiga
Golongan
ini umunya kurang efektif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus
gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk
strain penghasil penisilinase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktif
terhadap P. aeruginosa
4.
Sefalosporin
generasi keempat
Antibiotika
golongan ini (misalnya sefepim, sefpirom) mempunyai spektrum aktivitas lebih
luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh beta
laktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi
kuman yang resisten terhadap generasi ketiga.
B.
Farmakokinetik
Dari sifat farmakokinetiknya, sefalosporin
dibedakan dalam dua golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil
yang dapat diberikan per oral karena diabsorpsi melaluisaluran cerna.
Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan secara parenteral. Sefalotin dan sefa
pirin umumnya diberikan secara i.v karena menyebabkan iritasi lokal dan nyeri
padapemberian i.m.
Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya
sefuroksim, moksalaktam, sefotaksimdan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi
di cairan serebrospinal (CSS) sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan
meningitis purulenta. Selain itu, sefalosporin juga melewati sawar darah uri, mencapai
kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian
sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi
tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi,
terutama sefoperazon.
Kebanyakan sefalosporin di ekskresi dalam
bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses ekresi tubuli, kecuali sefoperazon
yang sebagian besar di ekskresi melalui empedu. Karena itu dosisnya harus
dikurangi pada penderita insufisiensi ginjal. Probenesid mengurangi ekskresi
sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa lainnya. Sefalotin, sefapirin
dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas anti mikrobanya
lebih rendah juga di ekskresi melalui ginjal.
Suatu langkah metabolisme yang penting adalah
deasetilasi. Turunan deasetilnya mempunyai aktivitas setengah sampai
sepersepuluh aktivitas senyawa asalnya. Sefalosporin yang tidak mempunyai gugus
asetil, sebagian besar akan di ekskresi dalam bentuk tidak berubah. Ekskresi
terjadi melalui ginjal dan sebagian melalui empedu. Pada insufisiensi ginjal.
ekskresi sefalosporin umumnya diperlambat,
karena itu pengaturan dosis harus disesuaikandengan tingkat insufisiensi
ginjalnya.
C.
Indikasi
Klinik
Sefadezon dan sefazolin digunakan pada
pneumonia (primer) dan infeksi luka yang didapat di luar rumah sakit, pada
infeksi yang disbabkan oleh mikroba yang peka terhadap penisilin G tetapi
pasien alergi terhadap penisilin. Sefalosporin kelompok III-V dapat digunakan
pada infeksi bakteri yang parah yang disebabkan oleh stafilokokus atau basil
gram negatif yang resisten (misalnya pada septikopiemia, pada pneumonia
sekunder, infeksi lukadan jaringan yang parah). Sefoksitin juga digunakan untuk
terapi infeksi campuran dengan kuman anaerob (misalnya pada gangren).
Sefalosporin kelompok VI digunakan pada infeksi
parah yang membahayakan jiwa terutama jika diduga disebabkan oleh kuman yang
multi resisten dan daya tahan tubuh sudah melemah. Sefalosporin oral dipakai
pada infeksi saluran nafas, saluran urine, dan infeksi kulit yang disebabkan
oleh kuman yang peka (misalnya stafilokokus, E. coli, Klebsiella ).
Sediaan sefalosporin seyogyanya hanya digunakan
untuk pengobatan infeksi bakteri berat atau yang tidak dapat diobati dengan
anti mikroba lain, sesuai dengan spectrum anti bakterinya. Anjuran ini
diberikan karena selain harganya mahal, potensi anti bakterinya tinggi.
D.
Pengaturan
Dosis
Pengaturan dosis disesuaikan dengan parah
ringannya penyakit, pada sefalosporin oral berkisar rata-rata 1-4 g per hari,
sedangkan pada sefalosporin yang digunakan secara parenteral 2-6 atau hingga 12
g per hari.
E.
Efek
Samping
1. Reaksi alergi merupakan efek samping yang
paling sering terjadi sekitar 1-4% tetapi syok anafilaktik jarang terjadi.
2. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme
bronkusdan urtikaria dapat terjadi.
3. Reaksi Coombs sering timbul pada penggunaan
sefalosporin dosis tinggi.
4. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia
dapat timbul meskipun jarang. Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik,
meskipun jauh kurang toksik dibandingkan dengan amino glikosida dan polimiksin.
5. Nekrosis ginjal dapat terjadi pada pemberian
sefaloridin 4 g/hari. Sefalosporin lain pada dosis terapi jauh kurang toksik dibandingkan
dengan sefaloridin.
6. Diare dapat timbul terutama pada pemberian
sefoperazon, Resistensi
7. Resistensi dapat timbul dengan cepat, maka
antibiotika ini sebaiknya jangandigunakan sembarangan dan dicadangkan untuk
infeksi berat. Resistensi silang denganpenisilin pun dapat terjadi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
sefalosporin merupakan antibiotik
golongan B-laktam yang mampu melawankuman gram positif maupun gram negatif.
Diklasifikasikan berdasarkan kemampuanantibakterialnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar